“Janganlah salah seorang dari kalian malu untuk belajar jika tidak mengetahui sesuatu. Janganlah orang yang jahil merasa malu untuk bertanya atas apa yang tidak ia ketahui.”
Ali bin Abi Thalib memiliki nama lengkap Ali bin Abi Thalib bin Abdil Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab. Ia adalah sahabat, sepupu serta menantu dari Rasulullah saw. Ali juga salah seorang yang pertama kali memeluk agama Islam dari kalangan anak-anak (assabiqun al-awwalun). (Al-Quraibi: 2009)
Sahabat yang lahir pada tahun kesepuluh kenabian ini merupakan seorangAlim lagi Faqih. Ilmu yang dimilikinya seluas lautan dan sedalam samudera. Dalam satu riwayat Ibnu Abbas mengatakan, bahwa Rassulullah saw. bersabda, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya (gerbangnya, pen.). Barang siapa menghendaki ilmu, ia harus mendatangi pintunya.” Tidak berlebihan memang, Rasulullah mengatakan hal yang demikian, keilmuan Ali yang sangat luas tersebut sudah diakui oleh seluruh penduduk di penjuru dunia, bahkan dari kalangan sahabat tidak ada yang menyangkalnya.
Suatu ketika Ibnu Abbas mengatakan, “Ali telah dianugerahi sembilan dari sepuluh bagian ilmu. Dan, demi Allah, ia bahkan memiliki pula sepersepuluh ilmu yang dianugerahkan kepada mereka.” Maksud perkataan tersebut adalah dari sembilan ilmu yang dianugerahi kepadanya, Ali juga menguasai sepersepuluh ilmu lainnya yang dianugerahkan kepada para sahabat (Kinas: 2012). Tidak hanya itu, khalifah Umar bin Khattab bila ia menghadapi persoalan yang sukar dan rumit serta kesulitan dalam mencari solusinya, maka ia akan menghadap kepada Ali untuk mendapatkan solusi dalam menyelesaikan persoalan tersebut (Sunarto: 2013).
Artikel Najiha Sabrina dimuat di Website UIN Sunan Kali Jaga
Artikel Najiha Sabrina dimuat di Website UIN Sunan Kali Jaga
Semenjak kanak-kanak tinggal dan hidup bersama Rasulullah membuat sosok Ali menjadi pribadi yang tangguh dan berpengetahuan luas. Suatu hari, Ali pernah berujar, “sepanjang hidupku bersama Rasulullah saw., tidak pernah sekalipun mataku terpejam dan kepalaku terbaring tidur kecuali aku mengetahui pada hari itu apa yang diturunkan oleh Jibril a.s. tentang yang halal dan yang haram atau tentang yang sunnah, atau kitab, atau perintah dan larangan, dan tentang siapakah ayat itu turun.” (Kinas: 2012).
Dalam buku Kisah Hidup Ali Ibn Abi Thalib karya Dr. Musthafa Murad dituliskan bahwa Ali mencapai keistimewaan bidang ilmu karena dua sebab.Pertama, karena anugerah yang Allah berikan kepadanya beupa akal yang cerdas dan lisan yang fasih. Kedua, Rasulullah selalu mendorong Ali untuk mencari ilmu. Ali r.a. berkata,”Jika aku bertanya, aku pasti mendapatkan jawaban dan jika aku diam, beliau (Rasulullah) akan mengajariku.”
Walau demikian, ada sebagian orang yang menolak keutamaan Ali ibn Abi Thalib dalam bidang keilmuan dan pemahaman syariat, diantaranya adalah kalangan Qadariyah dan Khawarij.
Ada beberapa nasihat Ali ibn Abi Thalib kepada umat yang menggetarkan jiwa, salah satunya dalam hal untuk tidak meninggalkan menuntut ilmu dikarenakan malu, “Janganlah salah seorang dari kalian malu untuk belajar jika tidak mengetahui sesuatu. Janganlah orang yang jahil merasa malu untuk bertanya atas apa yang tidak ia ketahui.”, nasihat tersebut memberikan pencerahan kepada penuntut ilmu agar tidak malu dan ragu dalam bertanya bila ia tidak mengethui mengenai hal tersebut, begitu pula bagi orang yang jahil.
Selain itu, Ali ibn Abi Thalib pada lain waktu menuturkan mengenai keutamaan ilmu bila disandingkan dengan harta, “Ilmu lebih baik dari pada harta. Ilmu menjaga pemiliknya sedang harta dijaga oleh pemiliknya. Ilmu semakin bertambah dengan diamalkan, sedangkan harta semakin berkurang dengan disedekahkan. Ilmu menjadi penguasa, sedang harta dikuasai. Kebaikan yang didasarkan pada harta seseorang akan hilang seiring habisnya harta tersebut, sementara kecintaaan terhadap orang yang berilmu tidak akan habis walaupun orang yang berilmu tersebut telah tiada namun ilmunya senantiasa selalu diamalkan. Ilmu akan mendatangkan ketaatan bagi pemiliknya dan kenangan indah setelah kematiannya. Orang-orang yang suka menggadang harta, mereka seperti mati meski jasadnya masih hidup, sementara orang-orang yang memiliki banyak ilmu, mereka senantiasa hidup meski nyawa telah berpisah dari raga. Jasad mereka telah tiada, namun jasa mereka kekal dan akan selalu dikenang didalam hati setiap orang” (ash-Shalabi: 2008).
Dari pemaparan diatas, jelas sudah mengapa Rasulullah mengatakan Ali ibn Abi Thalib sebagai gerbang ilmu (bab al ilm). Menjalani kehidupan bersama Rasulullah serta dianugerahi akal yang cerdas dan lisan yang fasih merupakan salah satu alasannya. Namun, walaupun demikian, Ali tetaplah seorang hamba Allah yang tidak pernah sekalipun merasa lebih tinggi kedudukannya diantara umat, Ali tetap mejadi orang yang wara’ dan zuhud. Baginya, ilmu yang dimilikinya serta dunia yang ditinggalinya hanyalah titipan semata. Dan akhirat adalah tempat kembali yang kekal dan abadi.
Sebagai generasi pelurus serta penerus bangsa sudah sepatutnya kita menjadikan sosok Ali ibn Abi Thalib sebagai panutan dalam bidang keilmuan. Ada satu perkataan Ali r.a. yang masyhur mengenai pentingnya ilmu:
Ilmu berbisik kepada amal
Dan amal mesti menjawabnya
Jika tidak, ilmu menjadi sia-sia.
*Najiha Sabrina, Mahasiswi Prodi Ilmu Hadis, Fak. Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Daftar Pustaka
Al-Quraibi, Ibrahim. 2009. Tarikh Khulafa’, Terj. Faris Khairul Anam. Jakarta Timur: Qisthi Press.
Ash-Shalabi, Ali Muhammad. 2012. Biografi Ali bin Abi Thalib, Terj. Muslich Taman, Akmal Burhanudin, dan Ahmad Yaman. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Kinas, Raji Hasan. 2012. Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi: Menyimak Kisah Hidup 154 Wisudawan Madrasah Rasulullah SAW. Terj. Nurhasan Humaedi, Banani Bahrul-Hasan, Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Zaman.
Murad, Musthafa. 2013. Kisah Hidup Ali Ibn Abi Thalib, Terj. Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Zaman.
Sunarto, Ahmad. 2013. Ensiklopedi Biografi Nabi Muhammad SAW dan Tokoh-Tokoh Besar Islam: Panutan dan Teladan Bagi Umat Sepanjang Masa. Jakarta: Widya Cahaya Jakarta.