Oleh: Tgk Mustafa Husen
Antara percaya dan tidak ketika mendapat bocoran dari Komisi G ,bahwa Pemerintah Aceh belum memberi porsi perhatian yang cukup kepada Dayah-Dayah seluruh Aceh melalui Badan Dayah, hal itu disampaikan Sekretaris komisi G DPRA, Moharriadi Syafari, Jumat (21/12/2012) di Banda Aceh.
Menurut keterangan Moharriadi Syafari tersebut, dalam KUA PPAS 2013 tertera pagu anggaran untuk Badan Dayah sangat kecil hanya 25,9 M.
Rasa tidak pecaya itu muncul mengingat Visi dan Misi Pemerintahan ZIKIR(dr. H. ZAINI ABDULLAH & MUZAKIR MANAF) dalam janji politiknya menjanjikan kesejahteraan Dayah-Dayah di Aceh. Bahkan dalam berbagai kesempatan Wagub Muzakir Manaf sering menjanjikan akan lebih serius memperhatikan dayah. Kita berharap kejadian umbar-umbar janji manis cukup berlaku pada periode sebelumnya. Rapor merah periode sebelumnya diharapkan menjadi masukan berharga untuk tidak asal berjanji kalau tidak realisasi atau kerja nyata.
Bentuk ketidak sesuaian antara harapan dan perhatian
Sebagai bahan pertimbangan berikut penulis cantumkan jumlah Dayah di Propinsi Aceh, belum termasuk balai pengajian atau TPA/TPQ semuanya berjumlah 817 unit (sumber; bppd.acehprov.go.id). Jika didistribusikan dana senilai 25,9 M untuk semua Dayah yang ada di Aceh tentu tidak sebanding dengaan harapan yang dipundakkan kepada lembaga dayah. Dimana dayah Aceh diharapkan menjadi pengontrol sekaligus pengisi ranah dinul islam sebagaimana tertera dalam Visi dan Misi Pemerintahan ZIKIR periode 2012-2017 yang tercantum dalam website resmi tim pemenangan pusat Partai Aceh dalam item Misi Kedua:(Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan) sebagai berikut:
1. Meningkatkan kapasitas aparatur pelaksana nilai-nilai Dinul Islam dan peran serta ulama dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui penguatan dan pengembangan kapasitas lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), lembaga Dinul Islam yang berfungsi menegakkan amar makruf nahi mungkar;
2. Meningkatkan kerjasama antar lembaga terutama dengan lembaga pendidikan dalam upaya membangun pemahaman dan pengetahuan tentang nilai-nilai Dinul Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan.
Dari point Visi dan Misi jelas peranan dayah sangat jelas dibutuhkan. Namun ironisnya dalam kebijakan plot anggaran sungguh tidak mencerminkan keterpihakan atau niat baik untuk mewujudkan janji-janji politik masa kampanye tempo hari.
Masih segar diingatan kita, janji kampanye Zikir yang menegaskan akan menempatkan ulama di garda depan pembangunan Aceh. Artinya ilmu para alim ulama akan dijadikan bahan untuk membangun Aceh ke arah yang lebih baik. Janji ini dipertegas oleh Muzakir Manaf dalam sebuah diskusi dengan masyarakat Aceh Barat. ketika itu, ia mengatakan bahwa Aceh akan mulai dibangun dengan membangun moralitas masyarakat Aceh. Membangun moralitas tentunya harus dengan membangun kesadaran keislaman.
Dari statement wagub Muzakir Manaf diatas kita ambil natijah atau kesimpulan tempat pembinaan adalah Dayah,adapun pembangun itu Ulama sementara yang dibangun adalah santri dan mayarakat. Lalu bagaimana semua ini berjalan sebagaimana mestinya jika perhatian pemerintah hanya sebelah mata.
Harapan kedepan
Kami insan dayah sudah cukup sering menelan pil pahit yang mulanya disajikan dalam kapsul sweet promises(janji-janji manis),jadi sekarang kami sangat berharap dengan kepemimpinan ZIKIR tidak kembali lagi memberikan pil pahit seperti tahun-tahun sebelumnya. Semoga pemerintah Zikir beserta dewan legeslatif yang didominasi oleh Partai Aceh merumbuk kembali dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan BAPPEDA untuk mengevaluasi kebijakan sebelumnya yakni menambah angka anggaran yang diplot untuk pembangunan dan kesejahteraan dayah.
Berikut perkembangan plot anggaran dari tahun-ketahun untuk pembangunan dayah Aceh. Tahun 2009 Rp 200M lebih,tahun 2010 turun menjadi 100 M, tahun 2011 turun menjadi 98 M, tahun 2013 kembali turun ke angka 55,9 M.
Dari gambaran nominal anggaran jelas perhatian pemerintah dari tahun ketahun terus menurun padahal semestinya ditingkatkan. Bila diungkapkan dengan kata lain dayah di masa pemerinthan ZIJKIR semakin terpinggirkan. Ingat. Bukankah pribahasa Arab mengatakan “Lisanul haal afsahul min lisanil maqaal” terjemahan bebasnya, bahasa tindakan lebih jelas dari bahasa lisan jadi percuma kita bilang perhatian jika pada kenyataannya malah berlawanan dengan pernyataan.
Rumor penyebab minimnya plot dana pembangunan Dayah.
Ada rumor yang beredar minimnya nominal anggaran pembangunan Dayah disebabkan banyak bantuan yang disalurkan lewat Badan Dayah tidak tepat sasaran bahkan ada unsur kongkalikong sebagimana penulis dengar langsung dari salah satu angota legeslatif Aceh ketika penulis pertanyakan soal pemangkasan anggaran Badan Dayah tahun 2011.
Solusinya
Jika romor yang berkembang itu benar adanya kenapa tidak diselesaikan secara hukum jika ada temuan yang janggal dalam penyaluran dana yang sudah setujui dalam pagu anggran maka tindak lanjut temuan itu jika terbukti segera limpahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diproses sesuai prosuder hukum bukan malah memangkas anggaran. Jangan sampai “sineuk rôt lagông bah sabôh beulangôông ta roe kuah” tapi “ Lalat kita buang yang sisanya kita ambil. Artinya jika ada duri dalam daging dalam penyaluran dana untuk pembangunan dayah singkirkan durinya saja tanpa harus mengamputasi anggota badan yang sakit.
Janji dalam Islam
Sekedar untuk mengingatkan sebagaimana diutarakan oleh Sekretaris Jendral Himpunan Ulama Dayah (HUDA) Faisal Ali “Janji kepada rakyat wajib dilaksanakan, karena dalam Islam janji itu adalah hutang,” kata Faisal Ali setelah pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur terpilih periode 2012-2017.
Janji baik antara individu dengan individu maupun janji pejabat publik kepada masyarakat hukumnya tetap sama. Yakni orang yang ingkar janji yang sanggup memenuhinya dikatagorikan pelaku perbuatan tercela
Semoga tulisan ringkas ini mengugah pemerintah untuk meninjau kembali keputusan yang telah dikeluarkan. Bukankah spirit kerja orang Aceh sering kita dengar dari petuau hadih madja “lewat jak riwang. Leubêh cok pulang”.
Allahu ‘alam bishawwab.
Penulis,
(Tgk. Mustafa Husen Woyla)
Sektaris Jendral Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA) & Staf Pengajar Dayah Darul Ihsan Abu Hasan Kreung Kalee.
.