Keliru Memahami Nash, Penyebab Perpecahan dalam Islam

Banda Aceh –  Pengurus Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh mengadakan pengajian perdana di awal tahun 2019 di kediaman ketua dewan pembina, Tgk H Usamah El Madny, S.Ag, MM, Gampong Meunasah Baet Lam ujong,  Ulee Kareng, Banda Aceh, Senin, (14/01/ 2019)  malam.

Kajian perdana ormas berbasis dayah yang beraqidah ahlussunnah wal jamaah ini,  diisi oleh Tgk Muhammad Faisal, M. Ag, pimpinan Dayah Darul Ihsan, Abu Hasan Krueng Kalee.

Kajian ini mengupas kitab peninggalan Abu Krueng Kalee ad-Durar as-Saniyyah Fî ar-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah (mutiara berharga dalam rangka menolak paham wahabi) karya asy-Syaikh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti madzhab Syafi’i di Mekah (w 1304 H).

Pada mukadimah, pemateri  mensyarah  hadits Jibril tentang Islam, Iman dan Ihsan.
Dari hadist Jibril inilah para ulama mengkodefikasi ilmu dalam Islam, misalnya dari pertanyaan Iman, para ulama membuat kaidah dalam ilmu yang kita kenal hari ini dengan ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, Ilmu Aqaid, Ilmu Ushuluddin, dan ada juga istilah Abi Hanifah dengan al Fiqh al Akbar.

“Begitu juga dengan ilmu lainya, seperti Tasawuf, semua itu bersumber dari Al Quran dan Hadist. Yang menjadi masalah sekarang, ada sebagaian kelompok yang menuduh Tasawuf bid’ah. Padahal itu akibat mereka tidak mampu memahami kodefikasi atau kaidah ilmu yang telah diletakkan oleh para ulama salaf as Sālih.” terang Tgk Faisal

Sebenarnya, tasawuf dan ilmu kalam itu bukanlah kreasi dari ulama, tapi semua bersumber dari al quran dan hadist.

Yang jadi masalah pada Tasawuf menurut Syaikh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi Dulu, “Pada zaman salaf as Sālih  Tasawuf ada namun tanpa nama, zaman sekarang hanya nama tanpa ada yang patut diberi nama.”

Dalam syarahan dan diskusi juga membahas tentang kelompok yang kurang tepat memahami hadist  “Man ahdatsa fii amrina hadza ma laisa minhu fahuwa raddu” mereka membuang kata kunci “ma laisa minhu” padahal itu menunjukkan boleh membuat perkara baru selama selama tidak bertentangan dengan syariat.

Juga kesalahan melarang ziarah kubur Rasulullah SAW dan kubur lainnya tersebab salah menempatkan hadsit berikut ini;
“Janganlah engkau melakukan perjalanan jauh (safar) kecuali menuju tiga masjid: Al-Masjid Haram, Masjid Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan Masjid Al-Aqshaa” [HR. Bukhari dan Muslim].

Hadist di atas fokus pada larangan melakukan safir khusus ke selain tiga mesjid tersebut, bukan pada ziarah kubur. Inilah juga penyebab awal pelarangan ziarah kubur, dan melabeli kelempok Islam dengan kuburiyyun (pecinta kubur). Bahkan awal pemerintahan Al-Mamlakah Al-‘Arabiyah Al-Su’udiyah yang dirusak adalah kubur para syuhada’ dan para sahabat mulia.

Pada sesi tanya jawab, jamaah mempertanyakan sejumlah pendapat kalangan yang mengkritisi kitab ad-Durar as-Saniyyah karya asy-Syaikh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.

Menanggapi pertanyaan Tgk Muhammad Faisal yang juga anggota MPU Aceh Besar menjelaskan, Sengaja kita bahas kitab Syaikh Zaini Dahlan, karena ia hidup satu abad  setelah  pencetus aliran Salafi Wahabi lahir. Tentunya Zaini Dahlan selaku mufti pada masa itu mengetahui berbagai fakta tentang penyimpangan yang ada pada seorang bernama Muhammad bin Abdil Wahab karena di masanya sedang terjadi pergerakan yang luar biasa.

“Mungkin jika kita kaji Kitab al-Mutasyaddidun Manhajuhum wa Munaqasyah ahammi Qadhayahum karya Syeikh Ali Jum’ah, tentu, orang berasumsi tidak sezaman dan informasinya diragukan.” Tambah Tgk Faisal

Jika kita lihat Muhammad bin Abdil Wahab mengarang kitab sangatlah sedikit, jika pun ada hanya mengutip beberapa ayat untuk beberapa judul kajian dan tidak mensyarah secara detail. Kita selaku kaum ahlussunah wal jamaah harus husnudz-dzan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, niatnya baik dalam rangka pemurnian islam versinya (puritanisme), namun sayang, banyak mendapat penolakan dari mayoritas ulama.

“Oleh karena itu, mungkin penyimpangan pada masa Muhammad bin Abdil Wahab mungkin sedikit namun pasca meninggalnya, pengikut terus melakukan penyimpangan demi penyimpangan sebagaimana kita lihat hari ini.  Sudah sampai pada mencederai nama salaf itu sendiri, sebagaimana kata Syaikh Ali Jumah, Salafi telah merusak nama Salaf yang murni.” Tutup Tgk Faisal

Pengajian dimoderatiri oleh Tgk H Umar Rafsanjani, Lc., MA dihadiri oleh puluhan pengurus ISAD dan jamaah Majlis Pengajian Urueng Tuha (MPU-T) pimpinan H Zaini Albayani.

Selanjutnya, Tgk Usamah El-Madny sangat mengapresiasi kajian perdana ISAD, menurutnya kajian ini harus ada dua kali dalam sebulan, hasil kajian juga mesti  ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh semua kalangan, kemudian di muat di website dan media. Dan akhir tahun dicetak dalam bentuk buku.

Pengirim: Tgk Mustafa Husen Woyla,S. Pd.I, Ketua Departemen Dalam Negeri & Pengembangan Organisasi

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *