Masih Yakinkah Anda Memilih GOLPUT?

Oleh : Hayatullah Pasee

Selama ini, ketika seseorang bertanya siapa wakil rakyat pilihan saya pada Pemilu 2014, dengan mudah dan bangga saya menjawab “Saya pilih Golput (golongan putih – red)”. Tidak sedikitpun keraguan saya menjawab demikian, karena saya merasa alibi itu yang tepat akibat ketidakpercayaan saya terhadap penyelenggara Pemilu 2014. Baik, cukup disitu saja dulu kebanggaan saya dengan pilihan Golput, kini saya ingin berbagi pengalaman dengan pembaca.

Setiap rabu malam, Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) mengadakan pengajian rutin seminggu sekali di Rumoh Aceh Kupi Luwak Jeulingke, Banda Aceh. Materi yang dibahas bervariasi dan dipandu oleh narasumber yang berbeda-beda. Mulai dari ulama kharismatik Aceh, profesor, hingga lulusan Mesir sekalipun sudah pernah hadir mengisi materi di pengajian jurnalis tersebut. Hebat kan? hebat dong, namanya juga menuntut ilmu.

Sebut saja saya salah satu pengurus KWPSI, kebetulan Rabu (27/03/2014) malam kemarin saya menjadi moderator pengajian. Kami mengangkat tema: Urgensi fiqh siyasah dalam dunia perpolitikan untuk menciptakan kedamaian abadi, bersama Dosen Ilmu Politik Islam UIN Ar-Raniry, Tgk H Mutiara Fahmi Lc MA, yang juga mantan pimpinan Pesantren Darul Ihksan Abu Krueng Kale, temanya sejalan dengan isu yang sedang berlangsung saat ini yaitu masa-masa penantian pesta demokrasi.

Sebagai ahli politik Islam, Tgk Mutiara Fahmi sangat piawai mengurai lembaran-lembaran sejarah perpolitikan pertama dalam Islam. Bahkan hukum ijma’ pertama dalam Islam selain sumber hukum Alquran dan Hadits yaitu tentang perpolitikan. Nggak percaya?

Right, masih ingat sejarah ketika Rasulullah Muhammad SAW menghembus nafas terakhir, apa yang terjadi saat itu dengan para sahabat? Saat itu para sahabat memperdebatkan siapa yang akan menggantikan posisi kepemimpian Nabi, padahal jenazah rasul belum diurus untuk pemakaman. Dengan demikian apakah kita akan beranggapan bahwa para sahabat Nabi sangat gila jabatan, oh tidak, justru para sahabat berfikir begitu urgennya kepemimpinan yang akan melanjutkan estafet perjuangan Nabi dalam menegakkan agama Allah.

Kita sering salah kaprah, ketika bicara politik seolah-olah tidak ada hubungannya dengan Islam, justru dalam Alquran sendiri Allah telah mengajarkan kita aliran politik. Masih ingat surat An – Nisaa ayat 59 di dalamnya  Allah berfirman : “Hai orang orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada Ulil Amri ( pemimpin ) dari kamu. Dan bila kamu berselisih dalam sesuatu, maka kembalikanlah urusan itu kepada Allah dan Rasul-Nya…” Nah, apakah ini bukan ayat politik? Apakah spontan pemimpin itu ada untuk ditaati tanpa ada proses pemilihan? Berarti memilih pemimpin itu ibadah dong!

Well, kembali ke laptop fokus ke permasalahan Golput. Setelah sesi pemaparan dari ustad pemateri, biasanya kami memberi kesempatan untuk jamaah untuk mengajukan pertanyaan atau mendiskusikan serta mempertajam pembahasan bila ada yang masih samar-samar.

Banyak jamaah yang mengacungkan tangan ingin bertanya, kemudia saya beri kesempatan kepada seorang pria yang duduk bersandar di tiang tengah Rumoh Aceh, tepatnya di seramoe inoeng. Ia memperkenalkan dirinya (nama disembunyikan), ia mengaku selama ini berkerja di salah satu kantor penyelenggara Pemilu di Aceh.

Sebelum ia bertanya ia malah memberikan sebuah pernyataan yang terkesan berkempanye mengajak jamaah pengajian untuk tidak Golput, ia sendiri menyadari itu.  Ketika ia memberi alasan kenapa masyarakat sebaiknya jangan Goput, ternyata sangat masuk akal, ia tahu persis proses tahapan Pemilu di kantor penyelenggara tersebut mulai dari melipat surat suara, pendistribusian logistik ket tps-tps, hingga rekapitulasi suara setelah pemilihan.

Namun yang ia sangat khawatirkan ketika banyak yang Golput, tentu banyak surat suara yang kosong dikembalikan ke penyelenggara, maka disanalah potensi kecurangan oleh penyelenggara terjadi. Ada kemungkinan kertas surat suara yang kosong tersebut dicoblos oleh oknum penyelenggara untuk menambah suara untuk pesanan oknum Caleg. Katanya, jika pun pemilih benar-benar bingung tidak tahu harus memilih siapa, lebih baik datang saja ke TPS, lalu robek surat suara biar rusak supaya tidak bisa dipakai untuk dicurangi.

Sejak saat itu saya berubah fikiran, ternyata Golput itu tidak menguntungkan, malah memberi peluang kejahatan. Memang Golput juga sebuah pilihan, tapi harus kita sadari pilihan Golput adalah sebuah pilihan yang benar-benar salah.

Apakah kita masih punya niat mau Golput?

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *